Jumat, 04 Juni 2010

The bird, flying bird.....

by: G.A.P

Aku mulai berfikir, menekuk sayap seterusnya dalam terali ini bukanlah takdirku. Apalagi tuan logika didalam kepala ini terus memaksaku untuk mengepaknya kembali, "Kamu punya hak untuk terbang bebas. Terbanglah. Ini hanya terali yang terus menyakitimu...". Disudut lain ada sang nyonya yang menamakan dirinya 'perasaan' berteriak mengatakan sebaliknya, "Itu tabu sayang...Tabu. Tetaplah disitu !! Kamu masih punya peluang untuk bahagia disini.."

Sang nyonya, yang aku takuti, yang dulu teriakannya selalu aku angguk-anggukkan, yang teriakannya selalu mengalahkan bisikan tuan logika (yang aku sangka beliau juga takut dengan sang nyonya), mungkin tau apa yang aku pikirkan sekarang.

"Anak bangsat!!! Jangan membakang denganku!!! Apa yang kau harapkan diluar sana jika aku masih ingin disini?? nothing!!!", wow, ternyata dia memang tau apa yang aku pikirkan. Hahaha.

"Hei, apa yang kau lakukan bocah tengik?!?!?!", teriaknya lagi saat untuk pertama kalinya (setelah sekian lama) aku melebarkan kedua sayapku kembali dan tersenyum bangga atasnya. Keindahan yang lama tak terlihat, those wings.

Dan kau tau? Tuan logika mengedipkan sebelah matanya padaku sambil tersenyum. "Ready to fly?", bisiknya. Aku tersenyum kembali.

"Then fly...", dia mendorong tubuhku keras, mendobrak pintu kecil berterali yang tak pernah kubuka itu. BRAKK !!! Dan dalam sekejap mata aku sudah diluar terali-terali itu, tanpa ada yang bisa dipijak atau dicengkram, hanya ada udara....


....aku terbang.


"Apa kau yakin dengan ini tuan?", tanyaku takut pada tuan logika. "Memangnya apa yang kau takutkan? Ini duniamu, nikmatilah...", dia sekali lagi tersenyum padaku. Menenangkan aku.

"Terali itu?", tanyaku lagi. "Sudahlah, terali itu sudah terlalu menyakitimu. Langit ini jauh lebih menyenangkan."

Aku terdiam, aku belum bisa menikmati langit ini....

"Kenapa?? Menyesal hah?!?! Bocah tengik yang tolol!!! Akan kubuat kau menyesal seumur hidup!!! Hahahahaha....", sang nyonya tak henti-hentinya menertawakan keputusanku. Ancamannya tak bisa kuabaikan begitu saja.

"Tuan?", aku menunjukkan wajah takut pada tuan logika.
"Hmmmppffhh, baiklah....."
"Dengarkan aku anakku. Aku paham dengan ketakutan yang kamu rasakan sekarang. Nyonya tidak salah, namun aku juga tidak. Kami berdua terlihat saling berlawanan. Namun sesungguhnya kami saling mendukung.", katanya membuatku bingung. Berlawanan tapi saling mendukung?

"Kami berdua bukanlah yang sepatutnya mengendalikan sepenuhnya hidupmu. Kami berdua diciptakan tuhan untuk membimbingmu. Kamulah yang seharusnya mengendalikan kami, mengendalikan hidumu sendiri. Jangan membuat kami lepas dan saling berperang. Ajak nyonya mendengar saat aku berbicara, dan ajak aku mendengar saat nyonya berbicara. Nyonya dan aku adalah satu dalam tubuhmu.", ajarnya membuatku tertunduk.

Sang nyonya pun akhirnya ikut angkat bicara. Dia berhenti menertawakanku, "Baiklah. Tuan logika memang benar. Tapi aku juga benar. Tugasku hanya menimbang mana yang membuatmu senang dan mana yang membuatmu sedih. Dan dia, Tuan logika, membimbingmu untuk memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik buatmu. Hal yang menyenangkan kadang bukanlah hal yang baik dan sebaliknya, hal yang menyedihkan kadang adalah hal yang terbaik untukmu. Disaat seperti inilah kami berperang. Dan disaat seperti inilah kamu seharusnya dapat memilih dengan tegas, apakah yang kami pikirkan itu adalah hal yang absolut atau hanya semu belaka."

Aku semakin tertunduk lesu, aku sadar, ini bukanlah cerita tentang mereka berdua yang mengendalikanku. Tapi cerita tentang aku yang gagal mengendalikan mereka berdua, Terdengar sama. Tapi buatku itu berbeda jauh.
Mungkin mulai sekarang aku harus lebih bisa dalam mengendalikan diriku ini.

"Aku mulai mengerti akan hidupku....", kataku disambut senyum sang tuan logika dan nyonya perasaan. Aku pun ikut tersenyum.

"Tapi jangan salahkan kami berdua..", kata mereka kompak.
Aku penasaran, "Untuk apa?"

"Kami masih akan berperang terus selamanya..Hahahaha", jawab mereka lepas.
"Hahahahaha..Silahkan, sudah sewajarnya begitu. Tapi sekarang aku bisa mengendalikan kalian. Aku pasti bisaaaaaaa !!!!!!!!", teriakku lantang sambil mengepakkan kedua sayapku menembus langit.

"Terbanglah bebas anakku !!!!", teriak tuan logika dari dalam kepalaku.
"Kau akan menyesal telah meninggalkan terali-terali itu bocah tengik!!!Hahahaha", teriak sang nyonya perasaan dari dadaku.

Dan aku sudah tau apa yang harus kulakukan... :)

0 komentar:

Posting Komentar

semua orang daripada yang letih mikir, absen dulu.....


Designed by letih mikir Powered by Blogger